Siklus Pengukuran Kinerja


Siklus pengukuran kinerja merupakan tahap-tahap pengukuran kinerja yang harus dilakukan secara berkesinambungan agar pengukuran kinerja bisa diterapkan dengan efektif dan efisien. Tidak ada ada tahapan yang baku dalam pengukuran kinerja organisasi publik. Menurut Lohman (2003), pengembangan siklus pengukuran kinerja organisasi publik meliputi 9 (sembilan) tahap utama, yaitu:
1.   Mendefinisikan misi organisasi.
2.   Mengidentifikasi tujuan strategis organisasi dengan berlandaskan pada misi.
3.   Mengidentifikasi peran dan tanggungjawab setiap bidang fungsional organisasi dalam mencapai tujuan strategis.
4.   Untuk setiap bidang fungsional, dikembangkan ukuran kinerja umum yang kapabel.
5.   Menetapkan kriteria kinerja yang lebih spesifik pada level operasional pada setiap bidang fungsional.
6.   Menjamin adanya konsistensi dengan tujuan strategis atas kriteria kinerja di setiap level.
7.   Menjamin ukuran kinerja yang digunakan pada seluruh bidang fungsional sudah harmonis (compatible).
8.   Implementasi sistem pengukuran kinerja.
9.   Mengevalusi secara periodik terhadap sistem pengukuran kinerja untuk melihat kesesuaiannya dengan adanya perubahan lingkungan.

Sementara itu, BPKP (2000) menetapkan siklus pengukuran kinerja instansi pemerintah dalam 5 (lima) tahap berikut ini:
1.   Perencanaan strategik
Siklus pengukuran kinerja dimulai dengan proses perencanaan strategik, yang berkenaan dengan penetapan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, program operasional dan kegiatan/aktivitas.
2.   Penetapan Indikator Kinerja
Setelah perumusan perencanaan strategik, instansi pemerintah perlu mulai menyusun dan menetapkan ukuran/indikator kinerja. Ada beberapa aktivitas yang dilaksanakan dalam proses ini. Untuk beberapa program, tahapan ini mungkin mudah dan simpel untuk didefinisikan. Untuk yang lainnya mungkin lebih sulit. Indikator kinerja dapat berupa indicator input, process, output, outcome, benefit, dan impact.
3.   Mengembangkan Sistem Pengukuran Kinerja
Setelah indikator/ukuran kinerja dirumuskan, selanjutnya didesain sistem pengukuran kinerja. Dalam hal ini harus diyakini bahwa organisasi memiliki data yang cukup untuk keperluan pengukuran kinerja. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data dan menggunakan data tersebut.
4.   Penyempurnaan Ukuran
Dalam tahapan pengukuran kinerja ini, jika ditemukan bahwa indicator atau ukuran kinerja tidak sesuai sehingga diperlukan modifikasi dan penyempurnaan. Dalam penyempurnaan ukuran ini perlu diperhatikan:
a.    pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders),
b.   permintaan/keinginan stakeholders,
c.    barang dan jasa,
d.   konsumen/pengguna jasa/peserta program,
e.    keiinginan konsumen,
f.    proses kegiatan,
g.    ukuran,
h.   input,
i.     pemasok dan
j.     persyaratan pemasok.
5.   Pengintegrasian dengan Proses Manajemen
Sekali ukuran kinerja tersedia, tantangan selanjutnya berpindah kepada bagaimana menggunakannya secara efektif. Terdapat sejumlah penggunaan data. Keseluruhannya dapat memotivasi tindakan dalam organisasi. Jadi, perencanaan dan pengukuran kinerja harus diintegrasikan dengan kegiatan program. 

Pada dasarnya memang belum ada siklus pengukuran kinerja formal yang diterapkan untuk organisasi publik terutama instansi pemerintah. Namun, setidaknya dari dua pendapat di atas dapat dijadikan masukan untuk menetapkan siklus pengukuran kinerja yang komprehensif. Siklus pengukuran kinerja komprehensif organisasi publik dapat dirinci dalam 13 tahapan berikut ini:
1.      Merumuskan Visi dan Misi
2.      Merumuskan Falsafah
3.      Menetapkan Kebijakan
4.      Menetapkan Tujuan
5.      Menetapkan Sasaran
6.      Menyusun Strategi
7.      Menyusun Program
8.      Menyusun Anggaran
9.      Merumuskan Indikator dan Ukuran Kinerja
10.  Menetapkan Sistem Pengukuran Kinerja
11.  Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja
12.  Pelaporan Hasil Pengukuran Kinerja
13.  Monitoring, Evaluasi dan Feed Back

No comments: